Langsung ke konten utama

Penculikan Misterius




“Teman-teman, sudah berapa persen persiapan kita pada H-2 ini?”, tanya Vanti pada semua anggota divisi yang hadir rapat saat itu.
“Alhamdulillah tadi baru saja aku mendapat izin tempat pameran, kita bisa menggunakan jembatan penyebrangan di Jalan Hangtuah”, sahut Felix sebagai ketua Humas Acara pameran komunitas seni jalanan.
“Bagus, mulai sekarang team dekorasi bisa mempersiapkan stand peserta dan kita saling bekerja sama demi kesuksesan acara ini.” Vanti pun menutup rapat dengan semangat.
*** 
Hari yang dinanti itu pun datang.
Hampir 30 stand yang berjejer saling berhadapan di lorong jembatan penyebrangan terisi dengan berbagai hasil karya teman-teman komunitas seni terutama produk recycle sampah plastik dan kain salah satu dari mereka ada yang menyulapnya menjadi produk pakaian pengantin yang elegan dan super. Setiap orang berhak menikmati sajian ini dan mengekplor keingintahuan mereka dengan bertanya langsung pada creator atau designernya.
Vanti mengawasi semua gerak yang terjadi di area pameran dan HT yang digenggamnya terus memberikan informasi terbaru. Ia pun larut dalam kesibukan sebagai koordinator lapangan. Perhatian pada para pengunjungpun dilakukannya dengan ekstra sehingga kehadiran Arif dan keluarganya tidak luput dari perhatian.
Sebentar lagi menunjukkan pukul lima sore artinya penutupan pameran akan segera dilakukan, walau hanya dengan durasi singkat dua jam saja, pameran kali ini membuatnya puas karena telah memberikan wadah apresiasi atas kreatifitas teman-teman komunitas dalam berkarya.
Sesaat setelah penutupan selesai, Vanti langsung didatangi seorang pria yang dari tadi menjadi pengunjung cerdas dan sangat mengapresiasi.
“Mbak Vanti selamat ya berhasil mengangkat acara seperti ini!”, serunya pada Vanti sambil tersenyum.
“Eh...ternyata Pak Arif, suatu kehormatan bagi kami atas kunjungan bapak, maaf ya kami tidak ada undangan khusus tamu VIP seperti anda.” Balas Vanti dengan sedikit basa basi.
“Santai saja...kan sesuai konsep acaranya siapa saja boleh liat tanpa tiket masuk karena memang pengunjungnya pengguna jembatan penyebrangan ini kan?”, balasnya dengan senyum yang selalu  terukir.
“Panggil saja Arif ga usah pakai PAK, Oke?”,kata Arif saat mereka tinggal berdua di ujung lorong karena panitia yang lain sibuk merapikan kembali tempat acara.
“Wah jadi ga enak nih, secara anda guru tari di sekolah.”
“Ini kan lagi ga di sekolah, kita sama-sama satu komunitas lagi”, tambah pria bertubuh tambun dan tinggi ini memberi alasan.
“Arif, pasti ga ada yang percaya kalau kamu itu guru tari,” celetuk Vanti tanpa beban dan percakapan mereka mulai cair.
“Ayo kita ngopi dulu di sana”, ajak Arif sambil menunjuk sebuah kedai kopi di ujung jalan.
“Duh...maaf, Aku ga bisa meninggalkan teman-teman nih, mereka sangat sibuk, mana tau nanti butuh bantuanku”, Vanti berusaha menolak ajakan itu dengan halus.
“Percayakan  saja mereka akan bekerja sama dengan baik.” Jelas Arif
Ajakan itupun disambut baik oleh Vanti  dan mereka berjalan beriringan menuju kedai kopi.
Mereka memilih duduk dekat jendela kaca agar bisa menyaksikan kesibukan sore di sekitar trotoar. Vanti memesan secangkir capucino dan arif memesan secangkir kopi hitam.
“Arif, kamu pecandu kafein?”
“Tidak juga, kali ini aku mau merasakan sensasi kafeinnya menguncang dada saat di depanmu.”
“Halaah..ingat istri sama anakmu.” Ujar Vanti dengan tampang cemooh sedikit ilfeel.
“Kamu tenang aja, mereka kan tidak di sini, lagian istriku bukan tipe pencemburu kok.”
“Ooh...anak-anakmu mana tadi aku lihat mereka bersamamu?” tanya Vanti penasaran.
“Mereka aku suruh pulang, si Adek mulai bosan jadi aku titip taksi deh.” Jawabnya ringan
“Kamu gila ya Rif, tega bener sama anak sendiri” gerutu Vanti tidak percaya.
Perbincangan mereka tidak lagi sebatas sekolah, profesi, seni, dan acara pameran, bahkan sedikit menyinggung masalah pribadi. Membicarakan status lajang seringkali membuat Vanti sentimen dan itu tengah dirasakannya saat ngopi bareng Arif. Melihat raut muka Vanti yang berubah, Arif menawarkan sesuatu.
“Van, maaf ga usah mikirin itu lagi, by the way sekarang aku butuh bantuan kamu menilai hasil karyaku, aku sudah bersungguh-sungguh menciptakannya, sebelum aku kirim di ajang pameran Art of Trash bulan depan, aku mau kamu orang pertama yang melihatnya.” Jelas Arif.
“Tidak usah berlebihan, aku pikir aku bukan orang yang tepat untuk itu, nih sekarang hampir maghrib aku harus segera kembali” Kata Vanti sambil melirik arloji miliknya.
“Please...sebentar saja Vanti, demi karya seni.” Bujuk Arif dengan serius.
“Mendengar kata demi mu itu aku tidak bisa menolak, ayo segera berangkat.” Kata Vanti segera berdiri dari kursi.
Sekarang mereka berada di mobil milik Arif dan segera menuju lokasi yang dimaksud.
“Di mana kamu menyimpannya, segitu waw kah?” tanya Vanti tidak sabar.
Arif tidak segera menjawab dan membiarkan Vanti berfantasi.
“Oh..atau kamu manciptakan gerakan tari baru dan aku penonton pertamamu, karena takut gerakanmu konyol dan memalukan?” rentetan prediksi dan khayalan disampaikan Vanti dengan semangat dan hanya dibalas dengan seulas senyum di wajah Arif.
“Eh...kamu mengantarku pulang ya?” tanya Vanti setelah memasuki jalan yang sangat dikenalnya.
“Kebetulan berdekatan dengan rumahmu.” Jawab arif dengan tenang.
Setelah memarkir mobil, arif segera membuka pintu rumah dan mempersilahkan Vanti masuk, lalu kembali mengunci pintu tanpa sepengetahuan Vanti.
“Vanti, kamu siap-siap ya, rencana ini sudah aku persiapkan jauh-jauh hari.”
“Iyaa, ayo buruan” sergah Vanti tidak sabar.
Melihat Arif berlalu ke sebuah ruangan, Vanti pun mengikutinya dan sekilas tidak ada yang mencurigakan, namun pandangannya terhenti pada tas plastik yang ada di sebuah meja.
Menyadari kedatangan Vanti di ruangan itu membuat arif bergerak cepat menyelamatkan tas plastik di atas meja sebelum disentuh dan diketahui Vanti.
Keadaan berubah mencekam.
“Hey, itukan tas milikku, kenapa ada di sini?” tanya Vanti mulai curiga.
Arif memilih duduk di kursi besar di belakang meja dan melambai-lambaikan tas plastik itu di depannya, “Haahaahaa...selamat Vanti, kamu masuk dalam jebakanku”, katanya dengan ekspresi menang.
“Aku sudah mendapatkan ini, yang paling berharga dalam karirmu, ya...sebuah master program rancanganmu Vanti”.
“Arif, kembalikan itu padaku, kamu keterlaluan mengambil hak cipta orang lain”, seru Vanti dengan penuh amarah.
“Hmm...aku belum mengirimkan ini atas namaku, semuanya bisa di atur, dengan satu syarat mudah yang harus kaupenuhi.” Jelas arif dengan tampang tanpa bersalah.
“Sebutkan apa maumu!” balas Vanti menantang.
“Aku akan menikahimu!” jawab Arif ringan.
“Tidak aku sangka kamu sejahat ini, enak saja kamu memberi syarat seperti itu”
“Jika tidak, ibumu dalam masalah besar, dan karya fenomenal ini akan sepenuhnya jadi milikku”
“Ingat van, hanya kita berdua yang tahu masalah ini, jika kamu memilih hidup denganku kita akan ciptakan karya fenomenal dan kita akan kaya raya berdua”
Seketika ucapan Arif membuat Vanti sakit kepala dan tanpa sadar ia mengucapkan sesuatu,”segera temui orangtuaku”
Ia pikir ini sebagai cara meloloskan diri dari arif dan menyusun strategi untuk mendapatkan karyanya kembali.
Secepat kilat arif meninggalkan rumah dan menjemput ibu vanti pulang.
Dengan siaga vanti menyusuri ruangan rumah kosong itu, ia mencari pintu yang bisa akses langsung menuju rumahnya tanpa melewati jalan raya. Karena ternyata rumah ibu vanti berada tepat dibelakang rumah kosong, setelah memanjat pagar Vanti langsung mendapatkan ruangan menjemur pakaian dihalaman belakang dan masuk lewat pintu dapur dan segera mencari ibunya.
Usaha Vanti ternyata terlambat, kini ibunya dan arif tengah bicara dengan santun seperti tanpa masalah di ruang tamu. Sekilas ia mendengar arif tengah menyampaikan seolah-olah rencana yang telah disepakati dengannya tentang pernikahan itu.
Ingin rasanya Vanti memberontak dan menghentikann pembicaraan dan khawatir arif akan mencuci otak ibunya,lagi pula jika masalah jodoh ibunya akan sangat bersemangat dan menerima siapa saja yang menurutnya baik,  namun ada kekuatan besar yang menahan vanti diam tidak bergerak di dapur, bahkan untuk mengeluarkan suara sedikit saja. Hanya tangis dalam hati yag sanggup ia lakukan.
“Hai...Vanti bangun, bangun, kamu ngigau ya?”, sebuah suara dari rekan panitia membangunkan tidurnya yang pulas.
Setelah bangun ia dapati pipinya berurai air mata, ia segera membersihkan muka. Keadaan lelah yang dirasakannya membuat Vanti bermimpi dengan seorang psikopat yang aneh.

Sebuah Cerpen bangun tidur.
Duri, 04/07/2014
Pkl. 07.36



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rute Depok ke Ragunan

Mengenang Masa-Masa Itu Tidak habis pikir, saat nekat memutuskan berangkat ke keluar provinsi sendirian, senja itu di hari Sabtu. Setelah selesai piza party ultah teman di simpang nusantara, Depok. Saya sempatkan diri untuk silaturahim dengan seorang teman yang sejak merantau belum pernah bertemu. Saya kira ini waktu yang tepat untuk berkunjung. Ya keluar kota, dari Jawa Barat menuju DKI. Perjalanan dari Depok menuju Ragunan, Jakarta Selatan. Berikut rutenya: Naik angkot menuju stasiun depok, saya beli karcis ekonomi seharga Rp 1.500 menuju stasiun Pasar Minggu. Keluar dari stasiun pasar minggu gunakan  angkot S.15 yang parkir disebelahnya Ramayana. Jam sudah menunjukkan pukul 15.30 dan ini kali pertama saya ke daerah tersebut, Ramayana tempat pertama yang saya kunjungi karena sekalian mencari tempat sholat ashar. Keluar dari Ramayana hari mulai petang, sudah waktunya melanjutkan perjalanan. Setelah bertanya, saya temukan angkot ke Ragunan S15. Alamat yang diberikan

Rute Duri ke Pasir Pangaraian

Baru-baru ini daerah Pasir Pangaraian sedang ngetop dan banyak di kunjungi sebagai objek wisata religi. Terutama sejak berdirinya Masjid Agung Nasional Islamic Center, banyak rombongan yang berkunjung, mulai dari jemaah majlis ta'lim, rombongan sekolah, ibu-ibu RT dan Arisan, dan berbagai macam komunitas yang berkepentingan. Nah, kebetulan saya baru punya kesempatan berkunjung ke sana minggu lalu. Kami berangkat dari daerah Duri kecamatan Mandau. Rute yang kami pilih adalah melalui jalan rangau. Jika kita dari Jalan Hangtuah, masuk ke simpang rangau melewati simpang telkom. lalu lurus saja melewati jalan rangau hingga bertemu simpang jurong lalu belok kiri, lurus saja sampai bertemu simpang pelita,  setelah itu belok kiri dan kita pun sudah memasuki daerah Sontang, rokan hulu.Nanti ada simpang empat dan ada tugunya, kita belok kanan dan terus saja ikuti jalan raya dan ada simpang tiga, kalau arah kanan itu ke medan dan kiri ke pasir panggaraian. jika sudah masuk ini perjalanan k

Puisi Matahari

Berikut ini saya lampirkan beberapa bait puisi karya anak, siswa kelas 2 SD saat itu kami sedang belajar tema matahari. BAgi yang mau berkunjung ke sekolah kami dan berkenalan dengan mereka bisa langsung ke Jalan Stadion, depan RSUD Mandau, Duri. Puisi Matahari Karya : SD 2 Sekolah Alam Duri *Ghassan Cahaya matahari terang Sinarnya terasa hangat Tanpa matahari aku akan terasa gelap selama hidup *Aisyi Panasmu membuatku hangat Terangmu yang membuatku semangat Apimu bewarna orange *M. Syamil Matahari Bercahaya dipagi hari Sinarnya terasa hangat *Riza Matahari  yang tercinta Dia warna kuning *Syamil M Matahari...kamu lebih kuat Kamu lebih besar dari pada yang lain *Haris A Rasyid Terimakasih matahari karena meyinari bumi Tanpa matahari bumi gelap gulita Sinar matahari membuat aku hangat *Fifi Cahayamu sangat terang Aku membutuhkanmu disaat pagi Seperti api yang menyala Kau menyemangatkan hidupku *Aira Panasmu